Berbeda dengan Gerakan Mahasiswa sebelumnya, selama periode akhir 1980-an dan 1990-an. Aktivis Gerakan Mahasiswa tidak bergabung dalam lembaga atau organ formal. Pola ini merupakan implikasi kebijakan NKK/BKK yang telah membekukan organisasi mahasiswa dan melarang segala bentuk kegiatan politik di dalam kampus, sehingga mahasiswa kemudian mencari alternatif baru.
Imbasnya, gerakan aksi mahasiswa lebih cenderung terkesan sebagai kegiatan rutin. Menurut Kuntowijoyo, salah satu kelemahan mereka adalah karena mereka lebih mementingkan mobilisasi (pengerahan massa) daripada substansi. Namun demikian, hal ini juga dapat dipahami karena merupakan akibat dari terjadinya krisis identitas yang mereka alami akibat kebijakan NKK/BKK yang diterapkan.
Jadi, gerakan mahasiswa setelah kebijakan NKK-BKK kurang bergairah dibandingkan dengan masa sebelumnya karena “ Mereka lebih mementingkan mobilisasi (pengerahan massa) daripada substansi (tujuan) dari sebuah demonstrasi”.